
Seorang wanita tua berbaring di rumah sakit ditemani oleh anak perempuannya, Caroline. Perempuan tua itu meminta anak perempuannya untuk membacakan sebuah buku harian milik Benjamin Button. Seorang pria yang terlahir tua. Ibunya meninggal setelah melahirkannya. Ayahnya, Thomas Button meninggalkannya di tangga sebuah rumah jompo, karena Thomas sendiri kaget melihat bayinya yang memiliki kulit keriput. Dirawat oleh Queenie, wanita kulit hitam pengurus panti jompo itu. Beruntung Benjamin yang tumbuh dengan wujud seorang pria tua dibesarkan di lingkungan lanjut usia sehingga terlihat Benjamin ‘sesuai’ dengan habitatnya. Sebenarnya mental Benjamin masih seorang bocah, terkadang dia ingin mencoba sesuatu yang baru namun keadaan fisiknya tidak mendukungnya.
Suatu ketika Benjamin berkenalan dengan seorang cucu perempuan dari salah seorang penghuni panti. Namanya Daisy. Perkenalan ini membawa kesan mendalam bagi Benjamin seakan-akan inilah puber pertamanya. Hubungan Benjamin dengan Daisy bisa dibilang sangat dekat dan berkesan.
Menjelang remaja (bentuk fisiknya masih terlihat keriput), Benjamin bekerja sebagai awak kapal milik Kapten Mike. Bersama Kapten Mike, Benjamin dibawa ke tingkat yang lebih dewasa lagi. Dan ketika Queenie ternyata hamil, Benjamin memutuskan untuk berkelana mengikuti Kapten Mike. Benjamin pun berjanji kepada Daisy untuk mengirimi kartu pos dimana pun dia berada. Bagaimanakah perjalanan seorang pria yang terlahir tua dan lambat laun menjadi muda? Bagaimana dengan kisah cintanya? Apakah akan berakhir bahagia, bertemu dengan seseorang yang mengerti keadaan dirinya?
Siklus hidup manusia adalah lahir (bayi), anak kecil, remaja, dewasa, tua dan meninggal. Bagaimana jika anda mengalami sebaliknya? Itulah yang dialami oleh Benjamin Button. Cerita yang harus diakui sangat unik ini dikembangkan oleh Eric Roth berdasarkan cerita pendek karya F. Scott Fitzgerald dengan judul yang sama.
Sutradara David Fincher seakan-akan merekam kisah panjang Benjamin dalam sebuah film berdurasi hampir 3 jam ini. Beruntung Fincher diberi keleluasaan untuk berimajinasi, berkreasi dalam film ini. Fincher seakan-akan tidak dibatasi oleh durasi film yang terlalu lama. Dia menceritakan kehidupan Benjamin dengan pace yang sangat lambat di awal film. Penonton (saya) dibawa mengikuti kisah Benjamin yang membangkitkan rasa simpati penonton. Kisah yang terentang kurang lebih 80 tahun mungkin akan terasa membosankan pada beberapa adegan tapi nikmati saja adegan demi adegan tanpa memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.. Bahkan beberapa adegan terlihat begitu artistik dan dengan sinematografi yang indah ditambah dengan iringan musik yang begitu menyatu dengan suasana hati Benjamin. Namun seiring dengan berjalannya film, saya juga dibuat bingung oleh Fincher. Apakah kita hanya diperlihatkan kisah hidup sang tokoh utama ataukah Fincher mempunyai maksud lain? Sampai akhir film, saya pun tidak mendapatkan apapun kecuali merenungkan kembali pengalaman hidup yang unik dari seorang Benjamin. Makanya sekali lagi saya tekankan, nikmati saja film ini dari awal sampai akhir tanpa berpikir.. Nikmati saja perjalanan hidup Benjamin yang walaupun terlihat absurd tapi sangat patut direnungkan oleh kita semua sebagai manusia yang terlahir normal. Dan jangan berharap akan adanya penjelasan tentang penyebab fenomena yang terjadi pada Benjamin. Mungkin ini akan menjadi sedikit ganjalan buat penonton. Toh bukan aspek itu yang ingin ditekankan oleh Fincher.
Kerja yang hebat untuk bidang make up dan mungkin CGI crew. Mereka berhasil merias atau bisa saya katakan ‘memoles’ wajah Brad Pitt dan Cate Blanchett sedemikian rupa seiring berjalannya waktu. Akting yang memukau telah dilakoni Cate di film ini. Betapa dia terlihat begitu ceria, rapuh dan penuh cinta. Bagaimana dengan Pitt? Sulit untuk menilai akting Pitt disini karena kebanyakan wajah Pitt dirias. Saya hanya memberi nilai baik untuk akting Pitt bukan akting terbaiknya menurut saya. Bagi kaum hawa, pastikan anda terkagum-kagum melihat wajah Pitt saat dia memiliki wajah remaja.
Tapi kembali lagi. Karya Fincher kali ini bisa dibilang tidak mengecewakan tapi bukan yang terbaik. Menyentuh tapi tidak cengeng. Artistik tapi tidak berlebihan. Ada satu adegan yang menarik perhatian saya dalam film ini. Yaitu adegan “pengandaian” yang menurut saya sangat memorable. Saya tidak akan menjelaskan lebih lanjut tentang adegan ini. Silakan saja anda tonton sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar